PT SOLID GOLD BERJANGKA - Stephen Paddock (64) menembaki para penonton festival musik Route 91 Harvest dari balkon lantai 32 Hotel Mandalay Bay. Sebanyak 59 orang tewas, lebih dari 500 lainnya luka-luka. Namun polisi Amerika Serikat (AS) tak menyebut Paddock sebagai teroris. Mengapa?
Soal mengapa Stephen tak disebut sebagai teroris ini ramai dibahas di media sosial. Salah satunya oleh Yasir Qadhi, warga negara muslim AS yang cukup dikenal. Status Facebook Yasir yang menyinggung soal tak disematkannya status teroris kepada pelaku penembakan Las Vegas itu menjadi viral, dibagikan lebih dari 48 ribu kali dan sudah menuai lebih dari 53 ribu reaksi. "It is to murder over 50 people and injure 450, only to have authorities claim, within minutes and without any verification, that you are not a terrorist. It is to commit the largest mass murder and shooting in recent American history, and be described as a 'retired grandfather'," demikian penggalan status FB Yasir. Tak hanya satu-dua orang yang mempertanyakan status Stephen. Polisi punya jawaban sendiri. Kepolisian Las Vegas menyatakan Stephen tidak memiliki catatan kriminal. ISIS sebenarnya telah mengklaim bertanggung jawab atas penembakan tersebut, namun otoritas AS menyatakan mereka tidak menemukan hubungan antara pelaku dan organisasi teroris internasional mana pun. Adik Stephen, Eric Paddock, mengatakan sang kakak juga diketahui tidak memiliki keterkaitan dengan kelompok teroris internasional. "Dia tak ada hubungan dengan organisasi politik dan organisasi agama apa pun, tidak juga supremasi kulit putih," tutur Eric. "Kami masih benar-benar bingung, sangat terkejut," tuturnya. "Ini bagaikan sebuah asteroid jatuh dari langit," imbuhnya. Stephen memesan sebuah suite besar di lantai 32 Madalay Bay Resort and Casino pada 28 September lalu. Pegawai hotel telah memasuki kamar yang disewanya beberapa kali dan tidak melihat ada yang mencurigakan. Namun ternyata dari atas kamar itulah, pada Minggu (1/10) malam waktu setempat, dia menembaki para pengunjung konser sehingga menewaskan 59 orang dan melukai ratusan orang lainnya. Kepolisian Las Vegas menemukan total 34 senjata api milik Stephen. Itu termasuk 16 senjata yang ditemukan dari kamar hotelnya di Madalay Bay Resort and Casino, Las Vegas, dan 18 senjata api di rumahnya di Mesquite, Nevada. Baca Juga Artikel Keren & Terupdate Kami Lainnya Di : wixsite.com blogspot.com wordpress.com blogdetik.com strikingly.com jigsy.com spruz.com bravesite.com
0 Comments
PT SOLID GOLD BERJANGKA - Banyak sekali hal menarik di Banda Aceh. Termasuk lonceng raksasa di Museum Aceh yang merupakan hadiah dari Laksamana Cheng Ho untuk Sultan Pasai.
Lonceng raksasa itu tergantung di dalam sebuah bangunan yang tak terlalu besar. Warnanya mulai berkarat. Di bawah lonceng, terdapat monumen kecil yang menjelaskan asal-usul benda yang pernah dirampas Portugis tersebut. Lokasi penempatannya di kompleks Museum Aceh. Keberadaan lonceng ini menjadi daya tarik tersendiri bagi traveler yang berkunjung ke Museum Aceh di Banda Aceh. Letaknya di pinggir pagar yang tak jauh dari jalan protokol menjadikannya dapat di tengok dari berbagai sudut. Wisatawan yang berkunjung dengan kendaraan roda dua pun langsung disambut lonceng usai memarkirkan motor. Namanya lonceng Cakra Donya. Berdasarkan catatan sejarah, lonceng ini merupakan hadiah dari Laksamana Cheng Ho kepada Sultan Pasai. Ketika itu, Cheng Ho sedang menggelar satu ekpedisi sehingga tiba di Tanah Rencong. Berselang satu abad kemudian, Kerajaan Pasai berada di dalam kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam. Nah, lonceng tersebut kemudian dibawa ke pusat kerajaan oleh Sultan Ali Mughayatsyah. Ketika masa Sultan Iskandar Muda memimpin pada abad ke-17, lonceng hadiah ini selanjutnya ditaruh di dalam kapal perang Aceh. Nama Cakra Donya sendiri diambil dari nama kapal perang yang dimiliki kerajaan Aceh. "Cakra Donya itu kapal induk Aceh. Ukurannya hampir sama besar dengan kapal layar Ma Ho (Cheng Ho)," kata Kolektor Manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid kepada detikTravel, Jumat (29/9/2017). Ketika masih dalam kekuasaan Sultan Iskandar Muda, lonceng Cakra Donya dipakai sebagai alat pemanggil jika ada hal-hal darurat terjadi di laut. Namun ketika kapal induk Aceh dirampas Portugis, keberadaan lonceng ini sempat berpindah tangan."Setelah kapal induk tersebut dirampas oleh Portugis, lonceng dikembalikan ke sultanan," jelas pria yang akrab disapa Cek Midi ini. Usai dikembalikan, lonceng ditempatkan di kompleks Istana Darud Dunia di sudut kanan Masjid Raya Baiturrahman. Fungsinya pun berubah. Dari semula sebagai kode jika ada darurat, kemudian jadi alat untuk memanggil orang salat dan penanda waktu berbuka puasa dan lainnya. Berdasarkan informasi pada prasasti di bawah lonceng, pada abad ke-19, lonceng Cakra Donya digantung di bawah pohon di depan kantor regional Belanda Kutaraja. Pada Desember 1915, lonceng tersebut kemudian menjadi koleksi Museum Aceh. "Jadi lonceng Cakra Donya ini rampasan perang milik Kerajaan Pasai," ungkap Cek Midi. Lalu siapa Laksamana Cheng Ho yang memberi hadiah tersebut? Menurut Cek Midi, Cheng Ho merupakan sosok Muslim yang taat. Dia melakukan ekspedisi ke Aceh untuk memperdalam agama. Dalam ekspedisi itulah Cheng Ho menyerahkan lonceng untuk Sultan Pasai sebagai hadiah. Pada prasasti di Museum Aceh, tertulis lonceng tersebut sebagai penanda harmonisasi Kesultanan Pasai dengan Dinasti Ming. "Cheng Ho ini merupakan seorang China muslim. China yang taat beragama," jelas Cek Midi. Baca Juga Artikel Keren & Terupdate Kami Lainnya Di : wixsite.com blogspot.com wordpress.com blogdetik.com strikingly.com jigsy.com spruz.com bravesite.com |
OFFICIAL WEBSITE
|